Oleh: Ahmad Fakhri Hutauruk
Mata pelajaran sejarah masih dianggap kurang menarik bagi banyak siswa sekolah menengah. Materi yang cenderung padat, penuh hafalan dan minim visualisasi sering kali membuat siswa merasa jenuh. Tantangan ini semakin besar ketika siswa yang kita hadapi hari ini adalah generasi digital native yang lebih terbiasa belajar lewat video, infografis, dan perangkat digital.
Dalam konteks ini, hadirnya teknologi pembelajaran berbasis aplikasi mobile menjadi angin segar. Aplikasi pembelajaran menawarkan pengalaman belajar yang lebih interaktif, visual, dan personal. Siswa tidak hanya membaca, tetapi juga bisa melihat visualisasi peristiwa, mendengarkan narasi sejarah, dan bahkan mengikuti kuis interaktif yang menguji pemahaman mereka secara real-time.
Namun, penggunaan aplikasi khusus untuk pembelajaran sejarah di Indonesia masih belum merata dan sebagian besar masih dalam tahap pengembangan.
Beberapa penelitian telah menunjukkan potensi besar dari pendekatan ini. Penelitian yang dilakukan oleh Akmal dan Susanto, (2018) di SMA Negeri 7 Banjarmasin, membuktikan bahwa aplikasi berbasis smartphone mampu meningkatkan rata-rata nilai siswa dari 56,32 menjadi 76,80 setelah mengikuti pembelajaran sejarah revolusi fisik Kalimantan Selatan. Bahkan, analisis statistik menunjukkan korelasi positif yang kuat sebesar 0,729 antara penggunaan aplikasi dan pemahaman siswa.
Hal serupa juga terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Basyari dan Masbukhin (2022) di SMA Islam Al Azhar 9 Yogyakarta. Mereka mengembangkan media pembelajaran sejarah lokal berbasis Android, dan hasilnya menunjukkan peningkatan signifikan dalam hasil belajar siswa serta kesadaran sejarah mereka.
Ini menunjukkan bahwa media digital tidak hanya menarik perhatian siswa, tetapi juga efektif secara pedagogis.
Dari sisi minat belajar, Firmansyah (2024) menegaskan bahwa media digital seperti video sejarah dan aplikasi interaktif mampu meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam pelajaran sejarah di SMA Mujahiddin Pontianak. Sementara itu, Fathulaila (2024) menyoroti pentingnya literasi digital dalam pembelajaran sejarah. Menurutnya, literasi digital dapat membantu siswa mengakses sumber sejarah secara lebih luas melalui museum virtual, arsip daring, atau dokumenter sejarah, sehingga meningkatkan minat belajar mereka.
Sayangnya, inovasi-inovasi ini belum sepenuhnya diadopsi secara sistemik di sekolah-sekolah. Masih banyak guru yang belum familiar dengan teknologi, keterbatasan infrastruktur di sekolah, serta belum adanya kurikulum terintegrasi yang mendorong penggunaan aplikasi dalam mata pelajaran sejarah. Meskipun Kurikulum Merdeka membuka peluang untuk inovasi, implementasinya masih belum merata.
Namun demikian, perubahan selalu dimulai dari gagasan. Aplikasi pembelajaran bukan pengganti guru, tetapi alat bantu yang bisa memperkaya pengalaman belajar siswa. Guru tetap memiliki peran penting sebagai fasilitator yang mengarahkan, membimbing, dan memastikan bahwa penggunaan teknologi tetap sejalan dengan tujuan pembelajaran.
Jadi, meskipun saat ini pembelajaran sejarah berbasis aplikasi masih dalam tahap awal pengembangan, bukti-bukti dari berbagai penelitian menunjukkan potensi yang menjanjikan. Inilah saatnya dunia pendidikan bergerak dari masa lalu yang stagnan menuju masa depan yang lebih inovatif. Dari buku ke aplikasi, dari hafalan ke pemahaman, sejarah pun bisa menjadi pelajaran yang paling ditunggu siswa asal cara menyampaikannya disesuaikan dengan zaman.
AFH/Ed. MN